Rabu, 12 Desember 2007

MEDIUM MAKNA

LATAH menjadi "gaya hidup" yang senantiasa saya hindari.

Suatu kali, di meja meeting, seorang klien bertanya: "Anda punya blog?"

Tentu, saya tahu apa itu blog; kendati, jelas, tak paham pasti. Tapi, memiliki? Untuk apa? Terlalu banyak medium yang saya punyai jika sekadar ingin bereksplorasi.

Tapi, blog? Tidak. Tidak perlu.

***

SUATU ketika, saat mengambil rapor anak saya, sang guru bertanya: "Kalau boleh tahu, apa sesungguhnya profesi Anda?"

Saya terlengak; lebih karena berpikir si guru memang sedang menyimpan makna tertentu. Biasanya, di ujungnya, akan ditambah dengan kalimat: "Saya punya keponakan yang baru diwisuda jadi sarjana. Kira-kira Anda bisa bantu mempekerjakannya?"

Lagu lama, namun tetap manusiawi. Tipikal sejati mahluk sosial yang peduli pada sesama.

Karena terlanjur menebak ke arah mana pertanyaan itu akan berujung, saya dengan enggan balas bertanya: "Kenapa rupanya?"

"Ah, tidak," sang guru berkelit, namun saya tetap bersiaga mengendus akhirnya. "Saya cuma bingung. Suatu kali murid-murid saya beri tugas membuat karangan tentang profesi dan pekerjaan orang tua mereka."

"Oh ya?" Saya mendadak kesulitan mendeteksi ujung makna cerita si guru. "Dan, yang membuat Anda bingung adalah?"

"Anak Anda." Ia menyodorkan selembar kertas dengan tulisan cakar ayam satu alinea. Tulisan anak saya yang memang sulit dibaca. "Dia menulis begini."

Perlu empat kerutan mata untuk membaca tulisan itu. Namun, dampaknya sungguh mengejutkan: Pekerjaan Ayah saya miting. Pagi miting, siang miting, malam miting....

***

Saya pikir, dan ini yang akan terus saya sepakati, saya tak perlu bercerita detail pada si guru apa yang saya kerjakan. Namun, ketika saya pikir ulang, dan saya kaji berulang-ulang, faktanya, risiko pekerjaan memang menuntut jam bilogis saya berbeda dengan anak-anak saya.

Pulang kerja malam hari, mereka sudah tidur; dan saat mereka berangkat sekolah pagi hari, saya masih tergolek di tempat tidur. Sabtu-Minggu memang kami sepakat libur dan meliburkan diri. Namun, waktu sependek itu lebih banyak habis untuk berjalan-jalan ke mall dan ke kolam renang; tanpa sempat saling cerita saya bekerja apa dan sedang mengerjakan apa.

Yang ada justru, setelah saya pikir sekaligus kaji ulang, di tengah mall atau kolam renang, handphone saya seringkali berdering. Lalu, dalam hitungan menit, saya berpamitan dan meninggalkan mereka dengan satu alasan: meeting.

....kalau ditanya mau ke mana, Ayah selalu bilang miting. Kalau ditelepon Bunda sudah malam kok belum pulang, Ayah jawab lagi miting. Jadi, miting adalah profesi Ayah saya....

***

Itu sebabnya saya sekarang membuka blog. Tempat saya berakselerasi dan bereksplorasi menjelaskan kepada dunia, meski tetap saja tak detail, apa saya dan siapa saya.

Setidaknya, agar anak-anak saya mengerti, bahwa Ayahnya sesekali juga menulis blog, bukan melulu meeting.

***

Tidak ada komentar: